Duri kehidupan itu sudah terlalu banyak menusuk dan menyiksan
diriku. Ya, hampir di segala bidang kehidupan, di sana ada duri, ada gunung yang harus di lalui dan kemudian melihat
jagat raya secara terbuka tanpa duri dan tanpa gunguh yang membatasi.
Kalau banyak duri-duri dan gunung-gunung yang
bertebaran di garis kehidupan, maka apakah kuharus menghindari duri-duri itu? Kuharus
menghindari gunung-gungung itu untuk menikmati indahnya pemandangan dari atas
gunung? Ya, duri dan gunung penghalang, sesuatu yang mesti di kehidupan ini,
maka jika kutak menghendaki duri itu, maka mungkin tak usah kuhidup di dunia
ini.
Konflik, mungkin itu adalah salah satu duri
kehidupan, salah satu gungung penghalang. Dan kurasa, semua manusia berpotensi
mengalami konflik, tak ada manusia yang
hidup kecuali pernah mengalaminya. Dan semua itu, mungkin hanya ingin
mengujiku, seberapa kuat dan bijaknya diriku tuk mengatasi konflik agar bisa
menikmati alam bebas yang indah dari atas gungung.
Ah, sangat keterlaluan diriku, jika dihadapkan
dengan sebuah konflik pada diri gara-gara tugas kampus, kemudian mengambil
langkah untuk tidak mengerjakan tugas itu dan memutuskan untuk berhenti kuliah.
Maka sungguh, betapa lemahnya cinta-cita hidupku, betapa lemahnya tujuan
hidupku.
Konflik dalam keluarga pun demikian, apakah gara-gara konflik spele dan kemudian
mengambil keputusan untuk mengakhiri sebuah hubungan? Pertanyaannya, apakah
perpisahan sebagai tujuan pernikahan? Ya, kurasa bukan itu, pernikahan adalah
sebuah ibadah yang menjanjikan kebahagiaan yang dibangun atas dasar iman
sehingga terwujudnay keluarga religius. Jika demikian, kenapa diri harus lebih
fokus kepada konfliknya dan tidak melihat tujuan pernikahan yang begitu agung?
Ya, singkatnya, ketika sebuah konflik melanda
rumah tangga, maka masing-masing harus menyatukan kembali keinginan mereka,
yaitu untuk sama-sama membangun keluarga yang bahagia, dan berusaha memperbaiki
konflik-konflik itu, dan kemudian bisa menikmati indahnya sebuah pemandangan di
atas gunung. Bukan menjadikan konflik sebagai cela untuk mengakhiri sebuah
hubungan.
Dan ingat, Jadikanlah pasangan sebagai mitra
untuk mencapai kebahagiaan dan ketenangan hidup, bukan sebagai penghalang untuk
mencapai kebahagiaan itu.
Irsun Badrun
Darul Abrar 15 Mei 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar