Ibuku, segala peluh keringatmu, bahkan tetesan
darahmu, tidak pernah sia-sia dalam memperjuangkan putrimu tuk menggenggam
gelar sarjana, ya, ‘biar bisa jadi PNS’ harapmu.
Ibuku, kutahu engkau pasti bangga dengan
profesi PNS itu, dan mungkin hampir seluruh ibu mengharapkan itu, tapi maafkan
putrimu, jika tidak mau memilih profesi itu.
Ibuku, profesi PNS itu mungkin terdengar mewah
bahkan bisa memberikan jaminan hidup ke depan, tapi sungguh profesi itu tidak
kan bisa menjamin kebahagiaan putrimu, ibu tidak usah bertanya kepada putrimu “kenapa
ya?” Karena memang putrimu tidak menyukainya.
Ibuku, bukankah ibu berharap kehidupan anakmu
penuh dengan kebahagiaan? Ya, kebahagiaan putrimu ini bukan pada profesi PNS,
maafkan putrimu ya bu. I love you mom.
Ibu, mungkin profesi itu terlihat sangat
menjanjikan tuk kehidupan yang mapan, tapi sungguh profesi itu tidak akan
menjamin kemapanan batin anakmu, tidak dapat memberikan janji tuk anakmu biar
tetap bisa tersenyum, ya, anakmu merasa profesi itu penuh dengan tekanan,
keterikatan, dan kutakut, profesi itu kan membuat jarak lebih jauh lagi antara
anakmu ini dan ibu.
Ibuku, ada teman di kampung seberang, bekerja
sebagai tenaga honorer sebuah PUSKESMAS, ibu tahu apa yang terjadi dengannya? Ya,
gajinya lumayan besar perbulan, tiga juta kalau tidak salah. Tapi, di balik
gajinya yang menjanjikan itu, seakan mencekik dirinya. Ceritanya singkat bu,
suatu hari bapaknya sakit, dan mengharuskan ia merawat bapaknya, dan meminta
izin di kepala PUSKESMA untuk tidak masuk, tapi baru beberapa hari tidak masuk
karena merawat sang ayah, ia pun telah dimarahi, dan dikatai macam-macam “Ah,
ayahmu hanya sakit ringan. Ah kamu, datang cari kerja dengan mengemis sekarang
kok alasan bapak sakit? Ah kamu bekerja tidak becus.” Ya, seperti itu kata
mereka kepada temanku bu. Ibu tidak mau kan anakmu dikatai seperti itu? Maka maafkan
aku ya bu, putrimu tidak mau jadi PNS.
Ibuku, jangan lagi ibu memaksaku untuk jadi
PNS ya, karena anakmu lebih suka jadi ibu. Ya, jadi ibu yang membesarkan
anak-anak penuh kasih tak harap kembali, mendidik anak-anak tanpa kenal letih,
dan mengurus suami sepenuh hati. Ya, itu
yang kumau bu. Ibu bisa lihat sendirikan? Tetangga di sebelah, sibuk dengan
profesinya, anak-anaknya terbengkalai, yang satu lagi serahkan ke pambantu,
maka anak-anaknya pun lebih senang dengan pembantu, tentunya putrimu tidak mau
seperti itu, putrimu ingin jadi seperti ibu saja, walau hanya berijaza SD, tapi
ibu laksana profesor handal, membesarkan putrimu dengan penuh cinta dan kasih
sayang, maka maafkan putrimu ya bu, putrimu ingin jadi ibu.
Ibuku, bukankah lebih baik putrimu ini
menggunakan gelar yang tinggi ini untuk sebuah pendidikan di rumah? Ya, mungkin
dengang membuka home school, atau tempat belajar anak-anak, ya paling tidak
bisa mengontrol anak sendiri dan suami pun tetap merasa nyaman. Sudah begitu,
pasti putrimu lebih banyak waktu tuk menghubungimu, berkunjung ke rumahmu dan
bahkan tinggal bersamamu.
Ibuku, yang terakhir kalinya, putrimu ingin
menjadi dirimu dalam membesarkan anak-anakku, mendidik penuh kasih, karena
putrimu tahu, di tangan ibulah pendidikan generasi di mulai. Maka bagaiman
putrimu mengharapkan generasi yang cemerlang, kalau ibunya saja tidak karuan? Sekarang,
maafkan anakmu ya bu, bila anakmu tak
mau jadi PNS.
Irsun Badrun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar