Teduh, tenang
nan indah. Aku suka duduk di sampingnya merefresh pikiran ini. Kadang
juga aku bisa melihat bayangan diriku di sisinya, itu karena saking teduh,
tenang dan beningnya. Ah, benar-benar sebuah danau kecil yang berada di dekat tempatku,
membuatku tergiur tuk selalu duduk berlama-lama dengannya.
Namun,
keteduhah, ketenangan dan keindahan danau kecil itu, hilang dengan sebuah
lemparan batu yang jatuh pas di tengah danau itu. Aku tidak tahu, dari mana
datangnya batu itu, yang jelas batu itu telah menciptakan gelombang pada danau.
Keteduhan,
ketenangan dan keindahan danau itu seakan hilang. Aku marah, aku risau dan aku
bingung, bagaimana agar bisa gelombang itu berhenti dan danau kembali tenang
serta teduh seperti semula. Adakah yang tahu caranya? Sebelum menjawab,
lanjutkan membaca.
***
Aku teringat
dengan sebuah kisah yang menakjubkan, sebuah kisah yang datang dari manusia yang
paling agung di dunia ini. Ya, kisah sang Rasul Allah. Suatu hari, datang salah
satu pembantu ke rumah nabi bersama Aisyah Radhiallahu Anha, pembantu itu
utusan dari salah satu istri Rasulullah tuk membawakan makanan.
Di saat
pembantu itu sampai di rumah Rasulullah, ternyata Aisyah juga sedang memasakkan
makanan buat Rasulullah, dan ketika Aisyah keluar hendak menghindangkan makanan
tuk suami tercinta yakni baginda Rasulullah, maka terlihatlah sudah sebuah
makana di salah satu wadah. Tahukan? Apa gerangan perasaanmu wanita? kalau kamu
sudah capek-capek bekerja tuk memberikan kejutan atau ingin membahagiakan suamimu,
dan tiba-tibah setelah kejutan itu telah rampung semua, ternyata sudah ada
orang lain yang mendahuluimu dalam memberikan kejutan, maka apa gerangan
perasaanmu? Aisyah demikian, beliau dikenal salah satu istri yang memang suka
cemburu, maka pada saat dia selesai memasak dan mendapati makanan lain telah
siap di atas meja, maka ‘buyeeeeer’ pukullah ia makanan itu, dan jatuh
berhamburan.
Ya Allah. Aku
bertanya-tanya dalam diriku, kalau saja istriku melakukan yang demikian di
hadapanku, maka apakah aku sanggup menahan amarahku? Apakah aku sanggup menahan
emosiku? Ah, sungguh sangat penuh harap tuk bisa menahan rasa marah. Coba mari
kamu dan aku tengok sejenak sikap Rasulullah ketika Aisyah melakukan itu.
Rasulullah diam
menghadapi sikap istrinya. Dengan tawadhu, beliau mengumpulkan makanan yang
berhamburan dan tempat yang pecah sembari berucap, “Ibu kalian cemburu.”
Setelah selesai dikumpul, Rasulullah meletakkan kembali di atas meja dan
mengambil makanan buatan Aisyah kemudia diserahkan kepada pembantu yang
membawakan makanan dan Rasulullah dan Aisyah memakan makanan yang dipukul
Aisyah itu sendiri. Allahu Akbar. Sungguh pada diri Rasul terdapat suri
tauladan yang baik.
***
Aku kembali
berpikir, kalau saja saat itu Rasulullah hadapi istri dengan marah biar sikap
Aisyah seperti itu menjadi tenang. Maka apalah gerangan yang terjadi? Mungkin
pertengkaran semakin mencuat tak
terbendung.
***
“Aku marah, aku
risau dan aku bingung, bagaimana agar bisa gelombang itu berhenti dan danau
kembali tenang dan teduh seperti semula. Adakah yang tahu caranya?” Ya, seperti halnya gelombang, caranya agar
bisa kembali tenang dan teduh, mungkin aku harus diam sejenak dan membiarkan
gelombang itu memukul tepi danau, nanti dengan sendirinya dia akan diam. Dari
pada aku harus turun dan menahan gelobang itu, maka yang terjadi bukan malah
danau tenang, justru kan menciptakan
gelombang-gelombang baru dan makin sulit untuk menjadi tenang dan teduh.
Ya, begitu juga
dengan pasanganku atau kamu, jika dia marah, cobalah diam sejenak. Kalau bisa,
peluklah dia, dan jangan kamu ladeni dia dengan marah yang serupa. Aku takut
gelombang marahnya kan semakin kencang. Coba lihat Rasulullah, beliau tidak
hadapi istrinya dengan marah-marah, dan beliaulah sebaik-baik contoh. Semoga
kita semua bisa menjadi keluarga yang bahagia, penuh cinta, dan saling menyayangi.
Irsun Badrun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar