Tepat pada tanggal tujuh sore bulan
desember, saya dan teman saya Andika beranjak menuju sebuah desa yang masi
perawan, sebuah desa yang masi dimanjakan dengan keindahan sekitar.
Kepergian kami ke Desa ini adalah
yang kesekian kalinya, yang sebelumnya kami perna pergi dan menetap dikampung
tersebut kurang lebih satu bulan. Disaat kami tiba pada kali pertama di desa
tersebut sungguh sangat memprihatinkan, bukan memprihatinkan dari segi ekonomi,
tapi lebih penting dari itu, hamper saja mereka tidak tau apa itu Alif, Ba, Ta,
dan seterusnya.
Mungkin itu tidak terlalu parah, yang
sungguh dahsyat lagi, mereka hampir tidak tau apa itu agama Islam, sampai empat buah Masjid didesa itu sepi dari para
orang yang sholat. Pembuatan Balo atau bahasa kasarnya adalah Khomar,
menjadi mata pencarian mereka. Yang awalnya mereka memproduksi gula merah,
karena harga jualnya yang begitu murah dan pembuatannya yang begitu sulit,
merekapun berbalik haluan memproduksi Khomar dan kemudian dipasok Ke Makassar.
Pada awal pertama kami berada didesa
itu, kami nikmat keidahannya, kami bahagia, kami tenang dengan keramahan warga,
mereka terima kami dengan penuh kehangatan, tapi disisi lain kami mempunyai
tanggung jawab yang membuat kami risau, membuat kami tidak tenang, membuat kami
tak bisa tidur nyenyak. Akhirnya saya dengan kawan saya memulai menghidupkan
masjid, walaupun jarak antara masjid satu dengan masjid lain begitu jauh, kami
kelilingi semuanya. Dan perlu dicatat juga, jalan untuk menuju masjid lain
tidak senyaman yang kita bayangkan. Kalau jalan kaki lomayan jauh dan kalau
pakai motor sungguh menantang keran tanjakan naik dan turun yang begitu tajam.
Pada awal kami mengajar disetiap
masjid, anak-anaknya sangat antusias dan sopan-sopan dalam mengikuti proses
belajar mengajar, hanya satu yang membuat kami prihatin, ternyata sebagian
besar, anak-anak tidak mempunya Al-Qur’an dan Iqro.
Saya dengan teman saya memulai
memutar pikiran, bagaimana biar anak-anak bisa belajar dengan tenang dan
dilengkapi dengan fasilitas yang sangat primer, yaitu mencarikan mereka Al-Qur’an
dan Iqro serta buku-buku islami.
Kemudian saya buatkan proposal baik
untuk pribadi maupun untuk instansi pemerintahan, serta saya coba memanfaatkan
jejaringan social untuk mencari bantuan Al-Qur’an dan Iqro. Dan Alhamdulillah beberapa teman di
jejaringan social, baik diketahui orangnya atau tidak. Sebagian mereka ada yang
mengirimkan 500rb,200rb dan lain-lain sehingga dana yang terkumpul saat itu
berjumlah 3 juta. Dan Alhamdulillah kami telah belikan buku-buku Islam dan
AL-qur’an serta Iqro, dan semua terbagikan.
Adapun dari instansi pemerintah,
sungguh sangat pelit yaitu DEPAG, padahal ini menjadi tanggung jawab mereka,
mereka hanya memberikan lima buah Al-Qur’an, tapi Alhamdulillah. Semua
anak-anak yang jumlahnya sekitar 150 orang lebih bisa memiliki Al-Qur’an dan
Iqro serta buku-buku Islam lainnya. Dan
kami juga belikan mereka poster tata cara sholat dan wudhu.
Setelah kami selesai satu bulan
lamanya dikampung itu, kamipun beres-beres untuk kembali ketempat asal kami.
Karena kami hanya mahasiswa biasa yang ditugaskan satu bulan lamanya.
Sungguh haru pada saat kami pergi,
semua anak-anak mencurahkan air mata mereka, karena beratnya melepaskan
kepergian kami. Dan begitu juga kami, sungguh sangat berat meninggalkan mereka,
padahal kami belum memberikan mereka apa-apa.
Tapi saya dengan teman saya bertekat
untuk bisa mengunjungi kampong itu seminggu sekali, tapi ada beberapa yamg
membuat kami keberatan, kendaraan yang tidak punya, jalan yang menantang serta
jauhnya jarak yang harus ditempuh, dengan motor dengan gas normal dapat
ditempuh dalam dua jam atau lebih. Adapun angkut, didesa ini hanya memiliki dua
angkut.
Tapi niat dan semangat kami dapat
menghilangkan semua kesulitan dengan pertolongan Allah. Adapun teman saya
Andika bliau adalah orang yang paling konsisten untuk pulang pergi apalagi
ketika dia mempunya motor kredit. Hamper tiam minggu dia pulang pergi kedesa
tersebut. Sedangkan saya, pas Ramadhon kemarin, saya harus pergi ketanah jawa,
karena ada keperluan disana.
Tapi sunggu disayangkan, teman saya
yang hamper tiap minggu kesana. Dia hanya bisa memegang satu masjid, adapun
yang lain terlantar dan tak ada yang mengajarkan anak-anak. Mereka dapat diajar
ketika saya juga ikut.
Sudah beberapa kali kami mengundang
teman-teman kami untuk ikut bersama kami dikampung tersebut dengan memakai
transportasi pribadi dan ongkos pribadi, mereka bersedia ikut. Dan kemarin pas
tnggal 7 Desember 2012 saya dan teman saya Andika pergi pada waktu hujan-hujan
disore hari, dan tiba dikampung tersebut malam sebelum Isya.
Dan keesokan harinya lagi disusul
sama empat orang teman kami. Setelah melihat mereka saya tersenyum, dan ketika
kami sedang berkumpul, sayapun berkata, “kalau insinyur soekarno mengatakan dia
hanya membutuhkan sepuluh orang pemuda untuk merubah Indonesia, maka saya hanya
membutuhkan enam orang pemuda untuk merubah desa ini.
Kamipun membagi tugas, ada yang azan
dimasjid Bonto te’ne, ada yang di Je’ne Je’ne, ada yang di Jabal Nur. Sekaligus
mengajarkan anak-anak. Adapun didusun yang satunya lagi, karena waktu kami
sampai ada pengajarnya, maka kami tidak main kemasjid itu. Dan tempatnya juga
sungguh menantang.
Dan sungguh menyedihkan ketika saya
mengajarkan seorang anak yang namanya Anita Sari, ngajinya terbata-bata, padahal
udah Iqro enam. Sayapun bertanya, kenapa ngajinya jadi begini? Padahal dulunya
kamu pinter dan bacaanya bagus. Dia
menjawab: sudah lama, saya tidak ngaji, tidak ada yang ajarkan.
Sepintas saya terdiam dan sedih, mau
salahkan siapa?? Terpaksa saya hanya bisa salahkan diri sendiri. Dengan penuh
optimis saya ajarkan lagi itu anak, dan dengan berkata yang lembut, saya
mencoba membujuknya untuk mau turun pada Iqro Lima. Kelihatan dia agak sedih,
tapi mungkin dia berpikir betul juga ya. Akhirnya dia mau juga.
Karena kami hanya dua hari disitu,
sayapun janji mreka untuk datang ngaji juga pada waktu zuhur. Dan Alhamdulillah
mereka masi tetap antusias untuk datang, mereka semangat, mereka penurut, yang
tidak sama dengan anak kota pada umumnya.
Dan pada pagi hari dihari minggu
kami, ajak semua anak-anak tuk olah raga bersama di halaman sekolah, kami olah
raga yang pertama kali dipimpin oleh saya langsung, kemudian saya serahkan
keteman saya yang memang dia berpengalaman dalam masalah olah raga, diapun
pimpin anak-anak untu olah raga kebugaran tubuh. Uniknya disetiap hitungan pada
olah raga tersebut, kami pakai hitungan bahasa Arab bahasa Inggris , bahasa
Indonesia dan bahasa Makassar. Sehingga anak-anak dengan semangat mengikutinya.
Setelah selesai dari merefresh
tubuh-tubuh, kami lanjutkan dengna lomba lari antara anak, kami para
kakak-kakaknya merekapun ikut berlomba. Setelah selesai dari berlari
dilanjutkan dengan bermain voli.
Seusai dari bermain voli, kami menuju
sebuah sungai kecil yang ada didesa itu, anak-anak dipenuhi dengan tawa
kegembiraan, karena hal ini jarang
mereka rasakan, yang turun mandi bersama kakak-kakaknya sekaligus guru
mereka.
Hari itu memang hari yang sangat
gembira dan sungai kecil itu yang bernama Rombengang, akan menjadi saksit bisu
kegembiraan anak-anak.
Pada
Pada saat datang waktu ashar pada
tanggal Sembilan Desember 2012, saatnya kami pamitan pada anak-anak untuk
balik, kami sholat berjama’ah dimasjid Jabal Nur, setelah selesai kami
menunaikan sholat berjama’ah, sayapun balikkan tubuh saya dan menghadap kedepan
anak-anak.
Dan saya memberikan salam dan mereka
menjawabnya, saya memulai dengna hamdalah dan menasehati mereka. Isi dari nasehat saya hanya ada empat point:
1. Belajar yang
rajin untuk menjadi orang yangs sukses
2. Jangan lupa sholat
lima waktu, jangan perna ditinggalkan
3. Berbuat baiklah
selalu kepada kedua orang tua, apapun keadaan mereka
4. Doakanlah selalu
orang-orang yang kalian cintai, kalau itu orang tua kalian, doakan mereka,
kalau guru kalian, doakanlah mereka, kalau teman kalian maka doakanlah merkea.
Pada point yang ketiga dan keempat,
para santri nangis, Karena saya mengankat sebuah cerita dengang seorang anak
kecil yang bernama “RIMA”. Anak anak nangis teringat orang tua mereka, ditambah
lagi kami yang akan pergi pada sore itu juga. Tapi kami katakan kepada merkea
Insya Allah kami masi akan balik lagi.
Desa itu bernama Tassese Kecamatan
Manuju Kabupaten Gowa Propinsi Sulewesi Selatan, kami harapkan ada sebuah
yayasan yang berkenan mengirimkan para da’I yang bisa focus mendidik anak-anak
dan masyarakat pada desa tersebut.
By:
Irsun Anwar Badrun