Jumat, 19 Juni 2015

Merubah Tradisi Yang Mengakar

Di sebagian masjid kamu akan dapati jama'ah berteriak dengan beberapa zikir setelah usai dari dua rakaat, empat rakaat, atau delapan rakaat sholat tarawih. Dan yang lebih parah, adalah zikir-zikir yang tak jelas dari mana datangnya.

Hal demikian, terjadi juga di masjid yang kutinggal dekat dengannya. Suara gaduh dengan zikir itu sudah turun temurun mereka lakoni.

Hatiku gelisah, rasa tak enak, karena kutahu hal itu tak pernah dilakukan Rasulullah.

Keesokan hari seusai sholat subuh, kunaiki mimbar, dan kemudian kuceritakan bagaimana sholat tarawih pertama kali dilaksanakan, sampai-sampai suaraku lantang dan mengatakan hal itu tidaklah pernah ada contoh dari Rasulullah maupun para sahabat.

Di atas mimbar, kumelihat para jama'ah melongo, mungkin karena mereka merasa tersinggung atau apa, namun yang jelas, kupernah menyampaikan bagaimana sikap kita terhadap Rasulullah dan juga perintah dan larangannya. Akhir dari pidato itu, kukatakan, "Ya Allah saksikanlah, hari ini telah kusampaikan, jika di akhirat kelak aku ditanya kenapa mereķa masih melakukan, maka aku berlepas diri."

Selesai berpidato, para jama'ah pun menanyakan hal itu, dan dengan hati-hati kucoba menjawan dengan bijak.

Siang hari setelah kuberkhutbah, kumengumpulkan zikir-zikir dan doa yang pernah dibaca Rasulullah seusai witir.

Zikir-zikir itu kukumpulkan dalam satu lembar juga kusertai zikir yang lain beserta keutamaannya kemudian kucoba laminating dengan jumlah 20 lembar.

Ketika malam tiba dan waktunya sholat tarawih, kunaiki mimbar lagi dan memperingatkan mereka akan hal yang tak pernah dilakukan Rasulullah termasuk salam-salaman dengan sholawat seusai salam.

Kusampaikan pada mereka, bahwa perkara ibadah adalah peekara otiriternya Allah dan Rasulnya, tidak patut bagi seorang hamba membuat tata cara ibadah yang baru yang tak pernah ada kabar dari Allah dan Rasulnya.

Kemudian kubagikan lembaran-lembaran yang sudah dilaminating dan mengajarkan mereka bagaimana zikir dan doa Rasulullah seusai witir.

Kujuga sampaikan, bahwa berzikir dengan zikir yang lain juga doa yang lain adalah boleh, asal dilakukan sendiri-sendiri.

Setelah lembaran dibagikan kukatakan, "Insya Allah zikir ini kita baca bersama-sama setelah witir, dan apabila sudah hafal semua maka kita zikir sendiri-sendiri."

Kukatakan ini karena banyak jama'ah yang belum bisa baca Qur'an dan ini adalah zikir dan doa yang baru bagi mereka.

***

Ketahuilah, merubah sebuah tradisi yang sudah mengakar dan menjamur di tengah-tengah masyarakat tidaklah mudah. Resikonya sangat besar, kalau tidak disuruh berhenti ceramah maka kamu akan diusir, maka berhati-hatilah.

Dan aku, sangat bersyukur, walau tadinya lihat ada beberapa orang yang bingung, tapi alhamdulillah kini kuberhasil merubah tradisi yang benar-benar tak ada contoh dari Rasulullah tapi dianggap ibadah termasuk salam-salaman seusai witir dengan sholawat.

Kini dua malam kita lalui tanpa tradisi salah lagi.

Alhamdulillah bini'matihi tatimmussholihat.

Akhukum

Irsun Badrun

Manyaran 03 Ramadhan 1436 H/ 20 Juni 2015