Selasa, 19 Mei 2015

Suara Hati Untuk Muslim Rohingya





Duhai yang masih mempunyai hati. Duhai yang masih bangga Islam sebagai agamanya. Tidakkah kamu melihat saudaramu dari Rohingya?




Coba lihat, persis sepertimu; sama-sama manusia. Lebih dari itu, mereka adalah saudaramu, saudara yang diikat dengan Islam.




Mereka tak pernah berharap kamu berada pada posisi mereka, tapi mereka sangat berharap kamu datang mengelus lembut tangan mereka.




Mereka adalah cobaan buatmu,  apakah kamu benar-benar Islam peduli?



Coba kamu lihat rambut mereka, dan mulailah hitung, sudah berapa lama mereka tak menggunaka shampo.




Coba kamu lihat kulitmu, jika kulitmu hitam berminyak karena menikmati pekerjaan, maka kulit mereka hitam berminyak karena keterasingan.




Coba kamu mendekat pada mereka, dan mulailah meraba pada perut mereka, kira-kira sudah berapa lama mereka harus menahan lapar. Apakah satu minggu, dua minggu atau bahkan berbulan-bulan?




Coba lihat pada baju mereka, apakah kamu akan menemukan tumpukan pakaian bersih? Ataukah kamu hanya menemukan pakaian kusut yang tak layak pakai?




Dan yang paling penting, coba kamu tatap dengan lembut pada kelopak mata mereka, sudah berapa banyak air mata tumpah, sudah berapa banyak air mata mengering. Siang malam, suara tangisan ibu-ibu dan anak-anak  tak dapat dibendung.




Sini, kita sama-sama bergandengan tangan. Sini, kita ulurkan sedikit senyum kita. Sini, kita tuangkan sedikit kopi untuk mereka. Ayo mari, mereka adalah saudara kita. Mereka adalah sahabat kita. Sini, kita bangun ukhuwah islamiah yang mengesampingkan nasionalisme Negara yang hanya membuat ukhuwah kita terkotak-kotak oleh sebuah kata, “Nasionalisme.”




Ya Allah, di sana mereka menangis kelaparan dan keterasingan, di sini kita menangis karena sedih nan pilu karena keadaan mereka.




Akhukum al-faqiir Ilallah
Irsun Badrun
Sragen 19 Mei 2015


Senin, 18 Mei 2015

Al-Qur'an Akan Dirubah Karena Akan Disesuaikan Dengan Budaya Nusantara

Dengan alasan melestarikan budaya lokal Nusantara, al-Qur'an dilagukan dengan Langgam Jawa.

Begitu konyol alasannya dan begitu hina pemahamannya, mereka jadikan al-Qur'an seakan di pantat mereka; al-Qur'an disesuaikan dengan budaya.

Ketika al-Qur'an diturunkan sebagai wahyu pada Muhammad, saat itu orang Arab punya budaya menyanyi, tapi lantunan al-Qur'an tidak disesuaikan dengan budaya nyanyi mereka, karena al-Qur'an kalamullah.

Al-Qur'an murni kalamullah, diturunkan pada Muhammad, dan diajarkan oleh Muhammad, dan semua pengikutnya diwajibkan membacanya dengan lahjah Arab.

Al-Qur'an datang bukan untuk menyesuaikan dengan budaya, tapi al-Qur'an datang untuk sebagai furqan; menjelekkan budaya yang jelek dan mengokohkan budaya yang baik.

Dangdut adalah budaya nusantara, apakah karena kebodohan kalian al-Qur'an akan didangdutkan juga? Mikir!

Al-Qur'an adalah kitap petunjuk, buka kitab mainan yang bisa kamu rubah sesukamu.

Hari ini kamu berpaling dari lahjah Arab yang diajarkan Rasulullah, maka ditakutkan suatu saat kamu berpaling dari al-Qur'an bahkan merubah maknanya hanya karena alasan melestarikan budaya Nusantara. Keterlaluan!

Kalau agama kamu sekuler dan liberal, bersyahadatlah dengan syahadat sekuler dan Liberal.

Perlahan-lahan, sepertinya Allah ingin menampakkan kebobrokan kalian dalam beragama.

Walau kalian pandai menipu orang, tapi Allah selamanya tak bisa ditipu, camkan itu!

Irsun Badrun

Sragen 18 Mei 2015

Jumat, 15 Mei 2015

Belajar Dari Yanti Dan Ibunya

Terlihat begitu susah, tapi mereka mengajariku, bahwa untuk senyum tak harus mewah.

Hidup mereka terlihat begitu berantakan secara visual. Pakaian acak-acakan. Rumah gubuk hampir rapuh. Prabot rumah punah, tapi mereka mengajariku, bahwa untuk tetap setia dan saling kasih tak harus hidup wah.

Orang yang hidup di samudra dengan berbagai terpaan badai membuat mereka saling berpegang erat, mungkin hampir seperti itu Yanti dan ibunya, walau keadaan begitu memojokkan mereka tapi mereka masih saling merangkul.

Listrik tak punya. Hidup sebatang kara. Umur tak lagi muda. Menghabiskan hari-hari hanya di rumah. Tak ada lagi cita-cita untuk masa depan yang cerah. Yang ada hanya bagaimana bisa tetap bersama dan menunggu waktu kematian itu tiba.

Uluran tangan tak pernah mereka harapkan, karena mereka tak pernah meminta. Belas kasihan orang tak pernah mereka cari, karena mereka tak pernah memohon. Dan disitulah kubelajar arti ketegaran walau keadaan sesulit apapun.

Ketika aku dan pak Tri mendatangi mereka pada 13 Mei 2015 kemarin. Mendapati Yanti sedang duduk di atas tanah di depan pintu, sedangkan sang ibu mencoba mencabuti rumput liar di depan rumah.

"Yanti udah tak kencing lima hari. Belum lagi ke ibu bidang. Makan pun tak. Sepertinya sariawan dan batuk." Tutur ibu ketika kami bertanya tentang kabar tentang Yanti.

Kami coba tawarkan kursi roda yang ditawarkan salah satu muhsinin. Tapi, Yanti begitu takut mendengar nama kursi roda, ia kira sama seperti motor, karena motor sangat ia takuti.

Kami mencoba berbicara dengan lembut. Memberikan motivasi. Membangkitkan jiwanya. Menumbuhkan kepercayaan dirinya.

Sambil menangis, Yanti tertati-tati berusaha tuk bangkit dan mendekati motor kami kemudian berusaha menaikinya.

Kenapa?

Ia ingin mencoa sebelum mencoba kursi roda yang tak pernah ia kenal. Sambil menangis ia naiki motor itu yang dibantu sang ibu dan pak Tri, dan bukan cuma menangis, tapi juga kencing bau yang tadinya tak pernah kencing dan kalau kencing harus menggunakan selang.

Kupelajari juga dari situ, orang sakit, tak hanya diberikan obat penyakitnya, tapi harus juga membangkitkan jiwanya. Membangkitkan semangatnya. Bangun rohaninya. Kuatkan mentalnta.

Yanti, adalah seorang anak cacat dari kecil dan semua orang enggan berbincang dengannya kecuali sang ibu. Hampir semua orang memandangnya dengan sebelah mata kecuali ibu yang memandanya dengan  utuh. Semua orang hampir menganggap ia hanyalah beban kecuali ibu yang menganggap kehadirannya adalah anugrah.

Hatinya hancur. Mentalnya rapuh. Jiwanya merana, karena kesalahan sebagian manusia yang berada di dekatnya; menganggap kehadirannya tak berarti.

Namun hari ini kusaksikan sendiri. Bagaimana dahsyatnya perkataan lembut. Bagaimana hebatnya motivasi, sampai membuat Yanti bertati dan kencing. Pada akhirnya ia mau dibelikan kursi roda.

Orang seperti Yanti tidak sendiri. Dan bahkan mungkin sekarang atau malah suatu saat keluarga kita yang seperti itu, dan jika memang seperti itu, paling tidak kita belajar dari mereka dan berusaha memberikan sentuhan lembut buat mereka, dengan doa kita, membantu mereka, membangkitkan jiwa mereka dan senyum di hadapan mereka.

Ingat! Mereka tak pernah meminta dan tak ada anjuran meminta, tapi ingat! Orang mulia akan memberi, dan kita dianjurkan untuk memberi, bukan meminta.

Irsun Badrun

Manyaran 16 Mei 2015

Selasa, 12 Mei 2015

Kamu Ada Saat Tiada

Terngiang-ngiang selalu dirimu dalam sanubariku. Senyummu selalu saja tampak jelas di kelopak mataku walau kamu begitu jauh dariku.

Kalau saja saat itu kamu hadir dengan kecantikanmu, rindu ini takkan pernah untukmu, tapi karena budi dan akhlakmu, kamu seakan menyihir sukmaku.

Wanita cantik begitu banyak, bahkan para pelacur begitu menggoda, tapi kecantikan itu tak pernah membuat jiwa bahagia, bahkan menjadikannnya makin jauh dari yang kuasa.

Kamu tahu apa yang membuat suami tanang nan bahagia? Coba sini baring di pangkuanku dan akan kubisikkan bahwa suami bahagia karena akhlak budi istri. Dan kamulah istri yang membuatku bahagia dengan itu.

Istri cantik pergi, maka masih banyak wanita cantik. Istri mulia pergi maka hendak ke mana kucari?  Susah!

Seperti itulah yang membuat kamu selalu ada walau di saat tiada, karena yang ada adalah cinta.

Irsun Badrun

Manyaran 12 Mei 2015

Senin, 11 Mei 2015

Kesederhanaan Dan Rasa

Kebahagiaan itu memiliki penafsiran yang berbeda, tergantung cara yang memandangnya. Namun bagiku, kebahagiaan begitu sangat sederhana, ya sangat sederhana.

Menikmati waktu senja dengan sepotong terang bulan di penghujung desa bersama  bidadari adalah sesuatu yang sangat berarti. Sederhana bukan?

Di sana kita berbincang masalah rasa. Rasa yang dimulai dengan kesederhanaan yang menuntut jiwa nerimo semua rasa yang bergejolak di tengah samudra pasutri.

Sangat sederhana menyulam rasa yang kian renggang di atas hamparan sawah di bawang kolong langit dan di penghujung senja.

Sang mentari pun tersenyum dengan kesederhanaan kita. Mentari selalu berdoa kepada Allah untuk kita, pasalnya, masih mengeratkan rasa dengan kesederhanaan yang ada.

Kesederhanaan ini menjadikan iblis menangis pilu. Mereka kira dengan keterbatasan mampu menggoyahkan rasa kita, ternyata tidak!

Namun yang kutakutkan, jika kesederhanaan ini berubah menjadi kemewahaan, masih mampukah kita mengeratkan rasa? Wallahu a'lam. Maka bersyukurlah dengan kesederhanaan, karena mungkin itu sebab kita masih bersama.

Irsun Badrun

Masaran 11 Mei 2015

Anyaman Tas Sederhana

Mungkin kamu pernah melihat atau malah menggunakan anyaman tas yang biasa digunakan untuk membeli barang di pasar.

Tas yang biasa di jual puluhan ribu di luar jawa ini, akan anda dapatkan hanya beberapa ribu di tanah jawa khususnya Sragen.

Kalau di tempat kamu ada anyaman tas seperti ini, maka di Sragen juga ada dengan kisaran harga 6rb sampai 7rb rupiah.

Untuk bisa membuat anyaman seperti ini, kamu cukup datang ke Sragen Kec. Masaran Desa Pilangbangu. Atau kamu bisa brosing sendiri.

Semoga beanfaat.

Irsun Badrun

Masaran 11 Mei 2015

Jumat, 08 Mei 2015

Sebab Kumemilihmu Sebagai Teman

Tanaman yang subur, adalah tanaman yang berada di atas tanah yang subur. Seperti itu juga daku; bagaimana bisa menjadi baik dan mengenal yang baik kalau kuberada di antara orang-orang yang tak baik dan menganggap itu sesuatu yang lumrah?

Lafaz tahmid selalu bersenandung sebagai bukti rasa syukur atas karunia Allah yang selalu menempatkan daku dekat dengan orang-orang sholeh.

Di antara sebab mereka, selalu memercikkan cahaya iman, ketewaduan, kebebasan hakiki tuk daku. Mereka ibarat elektrik yang selalu memberikan semangat bagi daku. Mereka mengajarkan arti bahagia yang tak semu. Mereka bak alarm pengingat daku.

Temukan bahagia dalam sujudmu.

Kumelihat sendiri gerakan sholat temanku. Kulihat sendiri sujudnya. Dengan tuma'ninah dan penuh rasa rendah diri di hadapan Allah ia menemukan kebahagiaan hakiki di sana, ia tahu siapa dirinya yang sebenarnya.

Terima kasih teman. Kamu telah memberikan warna di dalam hidupku. Setidaknya sujudmu menjadi salah satu jawabanku di hadapan Allah, mengapa kumemilihmu sebagai teman.

Irsun Badrun

Ma'had Ukhuwah Sukoharja 08 Mei 2015

Begitulah Allah Hendak Mengajari Seseorang

Bengong di masjid persinggahan. Tak tahu di mana itu, lupa. Yang jelas, belum terlalu jauh dengan Boyolali.

Sendiri kududuk dengan melongo. Pikiran melamun entah ke mana. Dan waktu antara magrib dan isya.

Tiba-tiba sebuah mobil warna hitam datang dan lansung parkir di depan masjid. Seorang bapak dengan tergesa-gesa keluar dari mobil kemudian menyusul seorang ibu. Mereka berlari-lari kecil menuju kamar mandi.

"Ooo, pasti kebelet. Hehe." Tawa hatiku.

"Alhamdulillaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaàah." Suara bapak tadi menggema bertahmid kepada Allah dan di tangannya ada sebuah tas kecil warna merah.

"Ada apa pak?" Tanyaku.

"Ini mas, tadi ini lupa, padahal kami udah sampai di Solo. Yang saya khawatirkan bukan uangnya mas, tapi surat-suratnya mas." Terang bapak tadi sedangkan istrinya tak henti bertahmid.

"Alhamdulillah Allahu Akbar. Memang rizki takkan kemana pak." Ucapku meyakinkan mereka akan kuasa Allah.

Seketika istri sang bapak mengambil uang dalam tas tersebut dan menginfakkannya di dalam kotak amal, saya pun ditawari kemudian pamitan pulang.

***

Mungkin Allah hendak memberikan jedah buat bapak dan ibu tadi untuk berpikir sejenak akan kuasa-Nya.

Allah juga hendak mengajari mereka bagaimana cara berinfak yang mungkin sering diabaikan.

Allah juga hendak mengajari mereka, bagaimana selalu menaruh harap kepada Allah.

Kuyakin, ketika mereka tersadar tas hilang pergi, nama Allah tak pernah berhenti dari lisan mereka, doa dan harapan selalu menguatkan mereka sehingga mereka rela balik menempuh jarak sekitar 15 kilo atau bahkan lebih.

Irsun Badrun

Sukoharjo 07 Mei 2015

Kamis, 07 Mei 2015

Kedermawanan Wanita Dan Harapannya

Masjid Dzu Nuraen. Indah. Megah. Elegan nan cantik. Menggoda mata yang memandang. Menaruh iri hati yang melihat dan berharap punya sepert masjid ini.

Masjid yang didesain oleh seorang arsitektur dengan dana yang terbatas ini, berada di tengah-tengah desa yang asri tepatnya Dusun Geneng desa Jagan Kec. Bendosari Sukoharjo.

Berdirinya masjid ini atas bantuan seorang wanita bernama Ummu Abdillah melalui Yayasan Bina Muwahhidin; sebuah Yayasan  yang bergerak pada pembangunan masjid, penyediaan air bersih, santunan anak yatim dan menyebarkan dakwah dengan metode generasi salaf.

Harapan dari para donatur, masjid ini bisa difungsikan untuk kegiatan keagamaan berdasarkan tuntunan Rasulullah. Maka dari itu, masjid ini juga memfasilitasi sebuah rumah untuk imam; harapannya bisa membina masyarakat dengan manhaj salaful ummah.

Tapi sayang, harapan tinggallah harapan, kini masjid ini tak ada satupun kegiatan keagamaan baik pengajian maupun TPA. Walau begitu, jama'ah lima waktu tetaplah aktif.

Pernah ada kultum di setiap selesai sholat magrib dengan buku yang bisa dipercaya yang disampaikan oleh seorang warga.

Kultum yang rutin itu, tiba-tiba berhenti dan tak ada lagi sampai sekarang.

Sebabnya sedikit rumit, seseorang yang kejawennya masih kental memprovokasi warga setempat sehingga mereka beralasan, "Ah orang di sini aja kok mau ajari kami? Ah ilmunyakan sama aja dengan kami." seperti itulah alasan mereka.

Sambutan mereka sungguh luar biasa. Senyum, sapa, dan bahkan jamuan disuguhkan untukku ketika sampai; alhandulillah.

Mulai kumenengok di sekitar masjid, terlihatlah sebuah beduk. Mulailah kubertanya dan salah seorang yang mulai belajar agama, namanya pak Sugino  menjawab, "Ada seorang kejawen yang ditokohkan, bliau selalu bernyanyi di masjid (padahal Rasulullah tak pernah bernyanyi) mengajak warga mengisi masjid dengan kegiatan adat, dan setelah saya bicara baik-baik dan menonaktifkan semua itu. Namun setelah itu ia malah memprpvokasi warga untuk tidak sholat dan mengikuti kegiatan pengajian, pada akhirnya vakum dari kegiatan sampai sekarang."

Mendengar demikian, kuhanya bisa berharap suatu saat ada orang yang bisa membimbing mereka.

",,Suatu saat juga, mereka memanggil orang khutbah, dan sungguh keterlaluan, khatibnya malah mencela orang yang berjilbab panjang. Mengatakan menyiksa diri dan lain sebagainya." Lanjut pak Sugino.

Mendengar itu, perasaanku makin hancur. Khatip itu seakan menusukku dari belakang. Seakan menusuk istriku. Dan bahkan seakan menusuk wanita-wanita muslimah yang tegar dengan hijbnya.

Masih keterlaluan saya denga ucapan itu. Pasalnya saya masih memikirkan diri sendiri, belum ada pengorbanan untuk agama ini yang berarti. Mungkin cuma menjenguk mereka dan menyampaikan sepatah dua kata yang kubisa saat ini.

Pada usai sholat magrib, kusampaikan bagaimana keutamaan memakmurkan masjid juga memperbanyak langkah ke masjid. Usai subuh, kusampaikan beberapa prinsip Ahlussunnah Waljama'ah.

Sekali lagi, mungkin hanya itu yang bisa kuberikan. Berusaha menambal kain-kain yang sobek.

Usaha dakwah adalah usaha yang butuh ta'awun bagi orang-orang yang peduli. Ta'awun untuk memakmurkam masjid, juga ta'awun memperbaiki keislaman warga pedalaman.

Semoga tulisan singkat ini jadi inspirasi buatku dan sebagai amal yang bermanfaat dan semoga Allha jadikan ini hanya semata-mata mengharapkan ridho-Nya.

Irsun Badrun

Bendosari Sukoharjo 07 Mei 2015

Bagiku Sesuatu Itu Tak Asing

Matahari begitu menyengat. Hari ini Solo tak sama dengan beberapa bulan terakhir yang sering hujan. Perih kulitku.

Namun tak mengapa, kuharus tetap meluncur dari Sragen ke Sukoharjo.

Biasa melewati Solo dari Sragen ke Sukoharjo, kali ini kumencoba rute baru; Bekonang. Kata orang lebih dekat.

Karena bingung, kusering menepi menanyakan rute Bekonang Sukoharjo. Di antara orang yang kutanyakan adalah bapak penjual aksesoris motor.

Mataku melotot memperhatikan bapak yang lagi serius membaca sesuatu. Keseriusannya tak menghiraukanku yang lagi berhenti di depan stannya. Dan kupun maklumi itu, karena ia lagi serius membaca sesuatu.

Pertama kukira koran, "Tapi kok kecil dan usang?" Tanya hatiku. "Munkin buku." Dugaku.

Kudekatkan langkahku, dan semakin dekat, semakin tak asing sesuatu yang ia baca.

Sesuatu itu adalah al-Qur'an.

Penjual yang tak merugi, memanfaatkan waktu untuk zikir. Pekerja yang bijak, memanfaatkan waktu luang dan menunggu untuk membaca al-Qur'an.

Semua orang Islam bisa seperti bapak di atas, tapi sedikit kemauan dan tak sadar arti waktu dan hidup, iapun lewati waktu tanpa makna.

Kukatakan pada diriku, apa susahnya kamu selalu ucapkan alhamdulillah di setiap pekerjaanmu?

Apa beratnya beristigfar di setap aktifitas?

Apa halangannya memanfaatkan waktu luang atau waktu tunggu dengan membaca al-Qur'an atau dengan zikir-zikir yang lain?

Oh wahai diriku, tak susah, tak berat, juga tak ada halangan, tapi karena begitu banyaknya dosamu, maka kebaikan pun terasa begitu berat.

Menangislah wahai diri, akan dosa-dosa yang selalu melumurimu. Dosa-dosa yang hampir setiap hari menerpamu.

Jangan sok suci tak punya dosa, karena jika tak punya dosa, maka hatimu begitu ringan untuk mengerjakan kebaikan, dan terlebih lagi mengerjakan sesuatu di atas.

Akhirnya kumembeli sarung tangan  karena panas; takut tambah hitam karena memang sudah hitam.

Nama bapak Tiono, tinggal di Tawangmangu jualan di Palur.

Irsun Badrun

Bendosari 26 Mei 2015

Senin, 04 Mei 2015

Agama Baru Dan Islam Musuh Mereka

Nashrani berlebihan mengagungkan Isya, bahkan menganggap Isya sebagai anak Tuhan.

Syiah tidak mengagungkan Muhammad, hanya mengagungkan Ali, dan Menganggap Ali sebagai pemimpin tunggal mereka, bukan Rasulullah.

Siapakah yang lebih baik antara syiah dan nashrani? Jawan sendiri.

Nashrani meyakini pemberi syafaat dan penebus dosa adalah nabi mereka.

Syiah mengesamping Rasulullah dan memilih aly seakan-akan aly nabi dan Aly sebagai pemberi syafàat mereka bukan Rasulullah.

Siapakah yang lebih baik antara nashrani dan syiah?

Kalau ditanya orang nashrani, "Siapakah orang-orang terbaik Isa?" Mereka akan menjawab sahabat nabi Isa.

Kalau Syiah di tanya, "Bagaimana dengan sahabat Nabi Muhammad?" mereka akan menjawab, sahabat nabi muhammad kafir. Kecuali Ali.

Siapakah yang lebih baik dari nashrani?

***

Dari itu kita tahu, syiah bukan Islam, mereka adalah agama bumi selain dari Islam.

Musuh besar mereka adalah Islam tapi lahan dakwah mereka adalah orang Islam, siapa yang tak mau ikut di anggap kafir, dan jika mereka berkuasa mereka akan membantai Islam yang tak mau ikut mereka.

Di bawah ini adalah foto yang diambil oleh pengikut syiah pada kajian Syiah di Makassar belum lama ini.

Irsun Badrun

Manyaran 05 Mei 2015

Anak Muda Simbol Perubahan dan Kekuatan

Anak muda yang lagi bersantai di bawah kolong langit. Menghabiskan waktu di setiap hari.

Apakah memang anak mua sudah wajar masa-masanya seperti ini?

Tidak, itu hanya upaya pembodohan merubah gaya pikir orang-orang baik.

Anak muda tidak identik dengan kerusakan, glamor juga kebiadaban.

Anak muda adalah simbol kekuatan.

Sadar itu!

Kalau kehidupan yang glamor menguasainya, maka bertambah parah hidupnya.

Kalau kehidupan penuh iman menguasainya, maka pintu-pintu kebaikan dan perubahan akan ada di tangannya.

Ali, Anas, Barra' dan yang lainnya adalah anak muda penuh semagat tinggi maka perubahan adalah sesuatu yang pasti.

Anak muda juga, bisa berbuat lebih banyak, dan bahkan bisa memindahkan gunung kalau dia memulai menlmindahkan gunung dari masa belianya,

So, salah jika anak muda diidentikkan dengan kerusakan. Sehingga tak jarang orang tua berkata, "Hamili anak orang? Itu wajar. Wanita itu hamil? Itu wajar. Tak punya kerja? Itu wajar."

Sekali lagi, itu tidak wajar, karena anak muda simbol sebuah perubahan dan kekuatan.

Solusinya, pendidikan iman adalah sumber perubahan dan kekuatan itu,

Irsun Badrun

Manyaran 05 Mei 2015

Anak Muda Simbol Perubahan dan Kekuatan

Anak muda yang lagi bersantai di bawah kolong langit. Menghabiskan waktu di setiap hari.

Apakah memang anak mua sudah wajar masa-masanya seperti ini?

Tidak, itu hanya upaya pembodohan merubah gaya pikir orang-orang baik.

Anak muda tidak identik dengan kerusakan, glamor juga kebiadaban.

Anak muda adalah simbol kekuatan.

Sadar itu!

Kalau kehidupan yang glamor menguasainya, maka bertambah parah hidupnya.

Kalau kehidupan penuh iman menguasainya, maka pintu-pintu kebaikan dan perubahan akan ada di tangannya.

Ali, Anas, Barra' dan yang lainnya adalah anak muda penuh semagat tinggi maka perubahan adalah sesuatu yang pasti.

Anak muda juga, bisa berbuat lebih banyak, dan bahkan bisa memindahkan gunung kalau dia memulai menlmindahkan gunung dari masa belianya,

So, salah jika anak muda diidentikkan dengan kerusakan. Sehingga tak jarang orang tua berkata, "Hamili anak orang? Itu wajar. Wanita itu hamil? Itu wajar. Tak punya kerja? Itu wajar."

Sekali lagi, itu tidak wajar, karena anak muda simbol sebuah perubahan dan kekuatan.

Solusinya, pendidikan iman adalah sumber perubahan dan kekuatan itu,

Irsun Badrun

Manyaran 05 Mei 2015

Da'i Desa

Kutersenyum geli, ketika ada yang menganggap da'i itu hanya yang sering tampil di stasiun televisi.

Pasalnya gini, ada seorang teman berkata, "Kamu itu lulusan pondok tapi kok tidak jadi pendakwah, ya seperti ustad-ustad di televisi."

Haha, cobalah kamu bertanya kepada ustad-ustad yang tampil di televisi, siapa guru mereka. Tentunya mereka yang jarang ujung gigi di televisi.

Ada di sana da'i-da'i yang setiap harinya menuai cela, ada juga yang menghadapai puluhan, ratusan, ribuan bahkan mungkin jutaan santri tapi nama mereka tak pernah nongol di televisi.

Kata seorang kakek tua sekaligus guru lulusan ibnu Su'ud Ustad Asmuji Muhayyat. Lc, "Kulebih senang mengajarkan kalian kemudian kalian kembali menjadi guru ngaji di plosok desa sana daripada terkenal tapi muridnya hanya menjadi pendengar setia saja."

Ya da'i desa yang tak dikenal ditelevisi. Mereka mencona menjadi lentera di lingkungan mereka. Mereka mendidik dari angka nol sampai menjadi angka 10.

Irsun Badrun

Manyaran 04 Mei 2015

Minggu, 03 Mei 2015

Merengkuh Manisnya Iman

Kalau saja mendapatkan hidayah iman itu bisa diputar kembali, maka hampir setiap orang akan memilih mendapatkan hidayah sàat masih kecil.

Ia ingin mengulang hidupnya kembali dalam lembaran putih. Ia ingin mengisi hidupnya dengan sesuatu yang lebih berarti.

Ia menyesal kenapa hidayah itu baru datang kepadanya. Mengapa tidak dari dulu sehingga ia bisa memeluk erat-erat hidayah itu.

Manisnya iman membuat ia tersedu-sedu akan masa yang penuh luka pilu di bawah bayangan setan.

Tapi tidakk mengapa, penting dari semua itu, ia bisa belajar mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi dari yang lainnya. Bisa belajar mencintai seseorang karena Allah, serta benci kembali pada hari-hari penuh kegelapan sebagaimana ia benci dimasukkan ke dalam api neraka.

Dan disitulah manisnya iman bisa direngkuh.

Irsun Badrun

Manyaran 04 Mei 2015

Sabtu, 02 Mei 2015

Promosikanlah Kebenaran

Perkenalkan, mereka adalah warga pedalaman yang hidupnya serba natural. Terpenting bagi mereka, bisa mengisi perut hari ini. Dan itulah kebahagiaan bagi mereka.

Sebuah desa yang msih kuat dan kokoh adatnya, menganggap Islam sebagai ancaman adat mereka. Sebab itu, hal-hal yang tidak disyariatkan, khurafat dan bahkan kesyirikan, lebih banyak terjadi pada masyarakat pedalaman.

Walau begitu, mereka sangat menghargai dan mengormati tamu kota yang datang berkunjung di kampung mereka. Hal ini dapat dilihat dari senyum mekar mereka di kala kita melewati mereka.

Kembali pada kuatnya adat mereka dan senangnya mereka menjamu tamu, agar hendaknya orang-orang yang peduli akan agama Allah dan suka memberikan arti hidayah pada orang lain, supaya sewaktu-waktu berkunjung  ke pedalaman dan mengajarkan pada mereka pokok-pokok agama, dan kalau punya kelebihan berupa harta, maka belikanlah mereka perlengkapan ibadah. Karena boleh jadi, mereka sangat tidak mempedulikan perlengkapan ibadah mereka.

Peduli akan hidayah saudara adalah kewajiban bersama. Jangan hanya banyak mencela, tapi tidak memberikan solusi buat mereka.

Mulailah dari kegiatan yang nyata dan promosikanlah kebenaran, karena boleh jadi ada yang belum mengenal kebenaran itu.

Irsun Badrun

Manyaran 03 Mei 2015